Saturday, December 14, 2013

Perjalanan menggapai atap Pulau Jawa, Puncak Mahameru | Bagian 2

Lanjutan dari Bagian 1
Untuk kembali membaca Bagian 1, Klik: Perjalanan menggapai atap Pulau Jawa | Bagian 1

SUMMIT ATTACK
Minggu, 24 November 2013
Tepat pada pukul 22:30, semua anggota tim bangun dan bersiap-siap untuk muncak. Perjalanan mencapai Mahameru akan melewati Shelter Arcopodo (2.900 meter di atas permukaan laut). Arcopodo adalah tempat dengan ketinggian 200 meter lebih tinggi dari Kalimati dengan suhu yang sangat dingin, sangat berangin dan berdebu. Di Arcopodo kita menemukan banyak batu nisan dari para pendaki yang meninggal atau hilang tersesat tak diketemukan. Suasananya disini cukup menyeramkan. Jalur dari Kalimati ke Arcopodo didominasi oleh tanah padat dengan trek sulit yang sempit dan menanjak, seringkali kita mendaki melewati akar-akar pohon diatasnya dan batang-batang pohon yang tumbang.
Devies di kegelapan Arcopodo

Salah satu batu nisan di Arcopodo
Setelah shelter Arcopodo, trek berubah menjadi berpasir, tanjakan curam dan mulai berdebu. Satu jam pendakian melalui hutan pinus yang terjal, tibalah kami di tempat dengan sebutan Kelik, area batas vegetasi terakhir sebelum bukit-bukit pasir. Dari sini, kita harus menggunakan masker dan goggle untuk pelindung pernafasan serta cuaca dingin. Sebenarnya ini adalah jalur terpendek, hanya sekitar 3 km ke puncak, tetapi itu adalah bagian yang tersulit dan menyiksa. Tanah pijakan berupa pasir lembut dan bebatuan yang benar-benar longgar, sehingga bahkan jika kita mengambil langkah panjang, pijakan mulai runtuh memaksa kami untuk mengambil langkah yang lebih kecil. Untuk meraih beberapa meter saja perlu usaha keras yang menguras stamina. Sejauh dan sepanjang kaki melangkah naik, sejauh itu juga langkah kita merosot turun. Perjuangan bukan hanya melawan rasa lelah, angin dan suhu dingin yang ekstrim, juga perjuangan mental melawan rasa putus asa dan keterbatasan.

Summit attack dimulai pukul 11 ​​malam. Perlu 6,5 jam pendakian melalui bukit-bukit curam dan pasir pijakan yang mudah merosot. Kami mengkuti trek yang ada dan berhati-hati serta menggunakan headlamp dan memperhatikan langkah saat mendaki bukit-bukit pasir. Kita tidak boleh menginjak batu karena akan menyebabkan batu jatuh dan membahayakan pendaki lainnya dibawah kita.

Benar saja, beberapa kali kami mengalami kejatuhan batu besar dari atas. Pendaki dari atas acapkali berteriak ‘ROCK!’ yang menandakan ada batu yang jatuh dari atas. Kami harus lebih waspada dan hati-hati serta benar-benar fokus terhadap segala sesuatu disekitar kita.

Summit Attack di kegelapan

Summit Attack di Kegelapan

Mendaki di kemiringan 45 derajat

Mendaki di kemiringan 45 derajat
Hey, Today is My Birthday! Betapa beruntungnya saya, hari ini bertepatan Ulang Tahun yang ke-28 dimulai dengan Sunrise di Ranu Kumbolo, mendaki melintasi bukit hingga merayap di leher gunung Semeru menuju Puncak Mahameru.

PUNCAK MAHAMERU
Senin, 25 November, 2013
Waktu menunjukkan pukul 5 pagi, kami sempat menyaksikan matahari terbit di Mahameru, terlihat spektakuler di ufuk timur, dan itu berlangsung tidak lebih dari 10 menit, Beruntung bagi kami, kami punya waktu untuk menyaksikan pandangan ini dan sempat mengambil fotonya. Kami sangat takjub dan senang, ini sudah cukup untuk mengobati kelelahan kami.

Sunrise menjelang Puncak Mahameru

Sunrise menjelang Puncak Mahameru

Devies, Erwin dan Julian menjelang Puncak Mahameru
Akhirnya setelah perjuangan yang benar-benar melelahkan melawan rasa lelah, perjuangan melawan rasa  putus asa, melawan cuaca ekstrim, serta perjuangan melawan keterbatasan diri, pada pukul 05.30 kami berhasil mencapai Puncak Mahameru.

Itu perasaan yang menakjubkan dan sulit untuk diungkapkan dengan kata-kata. Angin bertiup sangat kencang dan cuaca disini sangatlah ekstrim. Kecepatannya mencapai 30 knot, cukup kencang. Suhu disini sungguh rendah mencapai 4 derajat Celcius. Perasaan aneh melanda kami saat berada di puncak Mahameru. Dingin, angin kencang, dan keindahan alam yang menakjubkan, sejauh mata memandang, terhampar luas samudera awan yang tak berujung berbatasan dengan biru cakrawala langit yang mahaluas, hanya gunung-gunung tinggi saja yang terlihat menembus awan.  Kami merasa seperti di dunia lain. Itu adalah mimpi menjadi kenyataan, berdiri di Puncak Mahameru.

MAHA BESAR ALLAH atas segala mahakarya ciptaan-Nya yang Sempurna.

Alhamdulillah, Kami berhasil, Kami berdiri di atas awan !

Puncak Mahameru
Tim Badranaya Adventure di Puncak Mahameru

Tim Badranaya Adventure di Puncak Mahameru

Julian di Puncak Mahameru
Egi di Puncak Mahameru

Erwin di Puncak Mahameru

Sandy di Puncak Mahameru

Erwin di Puncak Mahameru

Bang Hamka di Puncak Mahameru

Sandy di Puncak Mahameru

Dua bersaudara di Puncak Mahameru

Egi di Puncak Mahameru

Julian, Dhani dan Devies di Puncak Mahameru
Sandy, Erwin, Dedy dan Dhani di Puncak Mahameru

Dhani di Puncak Mahameru

Berkibarlah benderaku di Puncak Mahameru

Team Badranaya di Puncak Mahameru
Kami merasa begitu sangat kedinginan dan seperti beku, bahkan saya tidak bisa merasakan jari-jari saya sendiri. Perasaan penuh emosional, bangga, bahagia dan lelah bercampur menjadi sekali. Kami tidak bisa berlama-lama berada di sini karena kondisi fisik kita yang sudah drop dan dikhawatirkan angin yang membawa gas beracun akan segera bertiup menuju ke arah jalur pendakian. Terdapat sebuah kawah yang terus-menerus meletus dan aktif mengeluarkan debu vulkanik setiap 15-45 menit yang disebut Jonggring Saloko.

Kami berada di puncak Mahameru sekitar satu setengah jam menikmati pemandangan luar biasa dan mengambil beberapa foto. Tepat pada pukul 07:00 kami kembali turun ke Camp Kalimati. Belakangan diketahui kalau Bang Dado tidak melanjutkan perjalanan hingga Puncak dan turun kembali ke Kalimati.

Berjalan dari puncak ke Kalimati hanya membutuhkan 2,5 jam. Dibandingkan dengan waktu kami berjalan ke atas yang 6,5 jam. Trek berpasir jauh lebih memudahkan kami ketika turun.

Dalam perjalanan kembali ke Kalimati, Kelompok kami bertemu dengan seorang gadis yang cedera di tengah trek pendakian, rupanya gadis itu terpisah dari kelompoknya dalam kondisi lapar, lemas dan cedera. Disana saya memberikan minum dan perbekalan makanan kepada dia agar mampu melanjutkan perjalanan kembali ke Kalimati. Kami memutuskan untuk membagi menjadi dua kelompok, yang pertama akan pergi terlebih dahulu ke Kalimati untuk membongkar tenda dan menyiapkan makanan, dan kelompok yang kedua bertugas menjaga dan melakukan evakuasi terhadap gadis tersebut ke Camp Kalimati.

Saya dan Erwin tiba di Kalimati terlebih dahulu pada pukul 9:30 menyusul tak lama kemudian Bang Seca dan Bang Hamka. Kelompok 2 yang terdiri dari Devies, Julian, Egi, Bang Dedy dan Sandy tiba satu jam kemudian. Pada 12:00 setelah makan dan cukup beristirahat kami melanjutkan perjalanan ke Ranu Kumbolo. Siang itu cuaca mendung. Setelah selesai berkemas hujan sempat membuat kami menunggu beberapa saat di pos Kalimati. ¼  jam berlalu hujan pun reda dan kami melanjutkan perjalanan.

Pada awalnya kabut tebal dan cukup gelap, setelah kami memasuki hutan kecil, kabut menghilang dan matahari bersinar dengan teriknya. Pukul 2 siang kami tiba di ujung hutan pinus Cemoro Kandang. Saat itu kembali turun hujan, jadi kami beristirahat disini sambil menunggu hujan reda dengan menggelar plastik besar untuk melindungi dari air hujan. 30 menit setelah itu, hujan sudah berhenti, kemudian kami melanjutkan perjalanann lagi melewati padang rumput indah di Oro-Oro Ombo yang mempesona. Kami terus berjalan dan tiba di Ranu Kumbolo pada pukul 15:20.

Dari puncak Tanjakan Cinta, terlihat pemandangan Ranu Kumbolo yang cantik. Disini kami mengambil beberapa gambar karena pemandangannya yang sungguh menjernihkan pandangan kita. Kami sangat lelah dan mulai beristirahat. Setelah kami selesai membangun tenda hujan kembali turun, kali ini hujan turun deras sekali. Tak ada lagi yang bisa kami lakukan selain berdiam diri didalam tenda. Merasa lelah, kami semua tertidur di dalam tenda.

Oro-oro ombo menuju Ranu Kumbolo

Oro-oro Ombo
AYEK-AYEK SUNGGUH MELELAHKAN
Selasa, 26 November, 2013
Pukul 5:00 di pagi hari saya sudah bangun. Semua orang masih tidur, Saya mengambil kesempatan untuk berjalan di sekitar danau, mengambil beberapa gambar, dan mengagumi keindahannya . Setelah menikmati Ranu Kumbolo sebentar, saya mengambil air, lalu memanaskan air untuk membuat minuman panas dan memasak makanan. Sekali lagi, aku melihat matahari terbit di Ranu Kumbolo, Amazing!

Dhani, Julian, Devies dan Bang Dado: Pagi di Ranu Kumbolo
Setelah makan, kami tak membuang waktu dan mulai berkemas, memulai perjalanan kembali ke Ranupani sekitar 07:00 pagi. Jalur yang kami tempuh adalah melalui jalur alternatif melintasi gunung Ayek-Ayek. Hal ini untuk mempercepat waktu perjalanan karena kita harus segera tiba di stasiun kereta api mengingat jadwal kereta api ke Jakarta yaitu pukul 4 sore.

Kondisi trek Ayek-Ayek sangat curam dan sangat berbahaya, trek ini tidak diperuntukan bagi pendaki pemula. Perjalanan via Ayek-ayek bias memangkas 2 jam waktu perjalanan jika dibandingkan via Watu Rejeng. Perjalanan diawali dengan melintasi sebuah padang rumput luas hampir menyerupai Oro-oro Ombo hanya saja rumput tidak setinggi disana. Setalah itu kemudian melintasi sebuah bukit gunung Ayek-ayek yang curam dan sempit yang langsung berbatasan dengan jurang tajam.

Jalur Ayek-ayek didominasi oleh tumbuhan seperti pinus gunung dan edeweiss. Sesampainya di puncak Gunung Ayek-ayek kita bisa melihat pemukiman penduduk Desa Ranupani dari kejauhan. Dari sini, masih butuh 1 jam perjalanan menuju Pos Ranupani. Jalur berikutnya mulai menuruni punggungan terjal dari gunung Ayek-Ayek hingga pada akhir trek melewati perkebunan milik penduduk setempat.
Ayek-Ayek sungguh melelahkan.

Awal Jalur Ayek-Ayek

Awal Jalur Ayek-Ayek

Egi bergaya di jalur Ayek-Ayek
 
Erwin (lagi) di Gunung Ayek-Ayek

Erwin in action

Puncak Gunung Ayek-Ayek

Devies bergaya di jalur Ayek-Ayek menuju Desa Ranupani

Devies dan Sandy di Perkebunan Penduduk Ranupani
Pada pukul 11 ​​siang kami telah tiba di Desa Ranupani. Kami beristirahat sejenak di rumah penduduk sana. Disana kami dijamu dan sempatkan makan siang. Sementara yang lainnya beristirahat saya berangkat ke Pos Ranupani untuk melapor ke petugas disana sembari membawa 1 karung dan 1 plastik besar berisi sampah.

Setelah semua selesai berkemas, pukul 11:30 kami segera bergegas melanjutkan perjalanan ke Tumpang. Perjalanan awal dari Ranupani menggunakan Ojeg. Ditengah-tengah perjalanan Kami berhenti sejenak untuk berfoto-foto dengan background hamparan Padang Savana Tengger dan Lautan Pasir Tengger menuju  gunung Bromo. Sungguh sangat menakjubkan berada disini. Setelah ½ jam perjalanan menggunakan ojeg, tibalah kita di Jemplang dan kemudian dilanjutkan naik truk ke Tumpang.

Padang Savana Tengger

Egi berlatar Padang Savana Tengger

julian berlatar Padang Savana Tengger

Sandy berlatar Padang Savanna Tengger
Pada pukul 13:30 kami tiba di Tumpang dan sejenak beristirahat disana, beberapa diantara kami berburu oleh-oleh khas Malang. Pukul 14:20 mobil yang akan mengantarkan kita ke stasiun sudah dating, segera kami berangkat menuju stasiun kereta api Malang. Tidak sampai 1 jam kami tiba di Stasiun, Kami pulang menggunakan kereta yang sama, Kereta AC Ekonomi Matarmaja. Sungguh kenangan yang mengesankan, dan aku berjanji pada diriku akan sampai di sana suatu hari nanti untuk menikmati keindahan alam, lagi dan lagi.

Devies setibanya di Stasiun Malang
SAMPAI JUMPA DI PETUALANGAN BERIKUTNYA!
Rabu, 27 November, 2013
Keesokan harinya , setelah melakukan perjalanan lebih dari 19 jam dengan kereta api, kami tiba di Jakarta pukul 11 ​​siang. Setelah melakukan perpisahan dengan teman-teman lain, Kami kembali ke rumah masing-masing. Sampai jumpa di Petualangan berikutnya, teman-teman!

Perjalanan menggapai atap Pulau Jawa, Puncak Mahameru | Bagian 1

Gunung Semeru
Mahameru, Begitu orang menyebut tanah tertinggi di pulau Jawa tersebut. Tanah suci puncak para dewa ini terus mengundang banyak petualang dari penjuru nusantara maupun dari mancanegara untuk mencumbui puncaknya. Saya akan membawa anda seakan-akan ikut mendaki bersama pada postingan ini. Enjoy!

PERJALANAN MENGGAPAI ATAP PULAU JAWA, PUNCAK MAHAMERU.


Kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru
Gunung Semeru adalah gunung berapi tertinggi di Pulau Jawa, dengan puncaknya Mahameru di ketinggian 3.676 meter dari permukaan laut (mdpl). Kawah di puncak Gunung Semeru dikenal dengan nama Jonggring Saloko. Posisi gunung ini terletak di antara wilayah administrasi Kabupaten Malang dan Lumajang, Jawa Timur.

Pertama-tama perkenalkan Tim yang kami beri nama Badranaya Adventure. Saya Dhani, Julian dan Devies berasal dari Cikarang, Erwin dan Egi dari Cikampek, Sandy dari Tangerang dan Bang Dedy Zaru dari Depok.  Badranaya Adventure sendiri baru terbentuk pada tanggal 1 November 2013. Dan perjalanan ke Puncak Mahameru ini merupakan Ekspedisi perdana bagi Tim Kami.

Bersama-sama kami merencanakan perjalanan ini yang merupakan angan-angan kami sejak lama untuk berada di puncak tertinggi Pulau Jawa, Puncak Mahameru.

Merencanakan perjalanan ke Gunung Semeru tidaklah mudah, banyak hambatan dan masalah melanda kami, termasuk mengumpulkan teman untuk membentuk tim, penentuan hari pendakian, pengajuan cuti, hingga pantauan situasi dan kondisi mengenai Gunung Semeru. Ini yang tak kalah penting, komunikasi serta koordinasi dengan pihak TNBTS (Taman Nasional Bromo Tengger Semeru) karena jikapun semua persiapan telah 100% namun pintu pendakian ditutup untuk umum maka selesailah rencana Ekspedisi ini. Setidaknya, membutuhkan waktu sekitar 2 bulan persiapan meliputi perizinan, persiapan fisik, mental, materi, logistik.

Dua minggu sebelum hari keberangkatan, Pintu pendakian Semeru ditutup untuk umum menyusul 2 pendaki dari Jakarta yang hilang di Gunung Semeru. Berita ini membuat Kami khawatir mengingat persiapan yang telah mencapai 90% (hanya tiket Kereta Api saja yang belum kami beli). Hari demi hari kami pantau terus perkembangannya hingga pada akhirnya pihak SAR dari TNBTS berhasil menemukan 2 pendaki yang hilang tersebut. Berita itu membuat kami lega, menyusul kabar baik tersebut, tidak lebih dari 1 minggu Semeru kembali dibuka untuk pendakian umum.

Tidak berselang lama, Kami mendapati berita yang kembali mengkhawatirkan. Berita yang mengabarkan tentang lahar dingin Gunung Semeru yang turun hingga Kabupaten Lumajang. Jujur saja berita itu sempat membuat saya down dan sempat mencari-cari gunung lain sebagai alternatif jika Gunung Semeru kembali ditutup untuk umum sembari memantau terus perkembangan Gunung Semeru. Beruntung, kurang dari seminggu sebelum keberangkatan tidak ada lagi penutupan Gunung semeru untuk pendakian umum.



HARI KEBERANGKATAN
Jumat, 22 November, 2013
Pukul 12:30 selepas Shalat Jum’at kami ber-7 berkumpul di Stasiun KA Pasar Senen Jakarta, semua anggota terlihat bersemangat, khususnya Saya yang sejak awal paling getol dan paling sibuk mempersiapkan perjalalan ini. Kami memulai perjalanan dari Jakarta ke Malang pada pukul 14:00 (Kereta dijadwalkan berangkat pukul 13:40) menggunakan kereta api Matarmaja AC Ekonomi dengan tarif yang cukup murah Rp 65.000. Perjuangan sudah dimulai, dibutuhkan hampir 20 jam perjalanan ke Malang, mendengarnya saja sudah pegal.


Meeting point di Stasiun Pasar Senen, Jakarta
 
Julian, Bang Dedy dan Dhani di Kereta Matarmaja
 
Sandy feat Dhani di Kereta

DARI SINI SEMUA DIMULAI DENGAN MELANGKAH
Sabtu, 23 November, 2013
19 jam perjalanan berlalu, hari berikutnya pukul 8:30 kami tiba di Stasiun Kereta Api Malang Kota Baru, Jawa Timur. Kemudian kami menyewa sebuah Angkutan Umum untuk melanjutkan perjalanan ke sebuah Kota kecil bernama Tumpang. Setelah negosiasi cukup alot dengan Pak Supri (Sopir angkot) akhirnya disepakati membayar 100 ribu untuk 1x perjalanan ke Tumpang. Lumayan murah untuk rombongan beranggotakan 7 orang.
 
Kiri ke Kanan: Dedy Zaru, Julian, Sandy, Dhani, Egi, Erwin, Devies

Kiri ke Kanan: Dedy, Sandy, Julian, Dhani, Egi & Erwin Tiba di Kota Malang
Tiba di Tumpang pukul 9:30, kami diantarnya ke Rumah Pak Roes untuk menyewa truk. Setibanya disana, Kami bertemu rombongan dari Jakarta yang beranggotakan 3 orang bernama Bang Seca, Bang Dado dan Bang Hamka. Hanya Bang Hamka saja yang belum pengalaman ke Semeru. Rupanya mereka telah berada di Tumpang sejak kemarin siang. Karena keterlambatan kereta, mereka memutuskan untuk menginap semalam di Rumah Pak Roes. Setelah ngobrol-ngobrol maka sepakatlah kita untuk bergabung dalam 1 tim pendakian. Good News!

Kami tinggal beberapa saat disana sambil menunggu tim untuk bersiap-siap. Setelah itu, pada pukul 10:00 kami melanjutkan perjalanan menggunakan Truk sewaan ke Ranupani, desa terakhir di lembah Semeru dengan 2.200 meter di atas permukaan laut. Semula kami berencana menyewa Jeep, hanya saja kebetulan di tempat Pak Roes sedang penuh disewa.
Tim siap berangkat menuju Ranupani
Setelah 1,5 jam perjalanan yang luar biasa dengan pemandangan pegunungan dan air terjun yang spektakuler, kami tiba di Jemplang, batas akhir kendaraan mobil boleh melintas karena setelah itu sedang ada perbaikan jalan menuju Ranupani. Dari Jemplang terbagi 2 jalur, ke kanan adalah menuju Ranupani, sementara jalur ke kiri menuju wisata gunung Bromo melalui Padang savana Tengger. Sepanjang perjalanan tadi, tak jarang kami menemukan beberapa jenis Monyet liar.

Dari Jemplang perjalanan dilanjutkan menggunakan Ojeg yang tak kalah menarik dan mendebarkan, mengingat jalur nanjak berkelok dan berbatasan langsung dengan jurang yang curam, juga cara mereka mengendarai motor dengan kecepatan penuh-lah yang sebetulnya membuat perjalanan lebih menegangkan.

Setibanya di Pos Ranupani, kami melapor ke petugas disana, menyerahkan persyaratan dan mengisi form pendaftaran dan surat izin untuk mendaki. Setelah makan siang, kami segera mulai mendaki pada pukul 12:30. ‘Dari sini, semua dimulai dengan melangkah.’
Pos Ranupani
 
Devies di Pos Ranupani

Gerbang Pendakian Gunung Semeru
Dari Ranupani ke Puncak Mahameru, Kita harus melewati 3 Shelter. Yang pertama adalah Ranu Kumbolo. Ranu Kumbolo adalah sebuah danau besar yang terletak di ketinggian 2.400 meter di atas permukaan laut dengan luas 14 Ha. Ini adalah danau pegunungan dengan air tawar di mana kita bisa melihat matahari terbit di pagi hari antara dua bukit di timur .

Jalur awal yang kita lalui cukup landai, lereng bawah bukit didominasi oleh tanaman alang dan pinus. Tidak ada tanda penunjuk arah, namun terdapat tanda-tanda pada setiap jarak 100 meter. Di sepanjang perjalanan, seringkali kita temui batang pohon besar yang tumbang menyilang di jalur pendakian dan cabang-cabang pohon di atas kepala, jadi kita harus sering menundukkan badan dan menekuk kepala, tingginya tas carrier sangat membuat tidak nyaman.

Setelah berjalan sekitar 5 km menyusuri lereng bukit ditumbuhi Edelweiss, kita  sampai di Watu Rejeng. Disana Kita bisa melihat batu terjal yang sangat indah. Kami melihat pemandangan indah di lembah dan bukit-bukit yang ditutupi dengan hutan cemara dan pinus. Kadang-kadang kita bisa melihat kepulan asap dari puncak Semeru. 
Pos peristirahatan menuju Ranu Kumbolo

ICI Adventure

Erwin dan Sandy: Interisti dalam Tim Badranaya
Setelah 5 jam hiking, pada pukul 17:30 kami tiba di Ranu Kumbolo, sebuah pemandangan yang menakjubkan. Rasa lelah kami terbayar oleh panorama spektakuler Ranu Kumbolo yang tertutupi pekat oleh kabut, suhu disini sangat dingin. Walaupun masih pukul 18:00 disini sudah sangat gelap.
Kami membangun 3 tenda di kegelapan, memasak dan makan, kemudian setelah perut kenyang kami semua tidur. 
Berselimut kabut Ranu Kumbolo
HEY, TODAY IS MY BIRTHDAY
Minggu, 24 November, 2013
Pada 04:30 pagi, Saya terbangun karena tergoda untuk menyaksikan sunrise di Ranu Kumbolo. Setengah jam kemudian, teman-teman lainnya mulai bangun dan segera mempersiapkan peralatan untuk memasak. Setelah itu, kami memulai bagian yang kami sebut narsisme: mengambil banyak foto di sekitar danau. Pagi harinya, kami memancing ikan hanya untuk bersenang-senang (karena tidak ada ikan yang mau melahap mata kail pancingan kami).

Shubuh di Ranu Kumbolo

Mancing mania, Mantap !!!

Julian in action
 
Devies in action

Egi beraksi di depan Kamera 360

Pose Pose gak penting

Tim di Ranu Kumbolo

Team berlatarkan Tanjakan Cinta


Tim berlatarkan Tanjakan Cinta
Sekitar pukul 09:30 kami memulai perjalanan ke shelter berikutnya , Kalimati. Untuk mencapai Kalimati kita harus mendaki bukit curam yang cukup kesohor disebut Tanjakan Cinta. Mitos Tanjakan Cinta adalah bagi siapa saja yang berhasil melewati tanjakan curam hingga puncak tanpa berhenti dan tanpa melihat ke belakang sambil terus berpikir dan membayangkan orang yang dicintainya, maka semua impian-impian cintanya akan menjadi kenyataan. Boleh percaya, boleh tidak. 
Sandy membayangkan Nabilah JKT48 sebelum mendaki Tanjakan Cinta

Erwin saat akan mendaki Tanjakan Cinta


Dhani bersiap mendaki Tanjakan Cinta


Sandy tiba dahulu di Puncak Tanjakan Cinta *Faktor Nabila JKT48

Tim di Puncak Tanjakan Cinta
Tanjakan Cinta sangat sulit untuk dilalui, apalagi dengan beban 80 liter tas carrier di pundak. Beruntung bagi kami, setelah Tanjakan Cinta jalur menurun dan di depannya kami melihat padang rumput  luas yang sangat indah yang disebut Oro-Oro Ombo yang dipenuhi dengan tumbuhan Lavender & rumput-rumput tinggi setinggi 1,5 meter. Setelah melewati padang rumput ini, tibalah kita di Cemoro Kandang. Sampai di Cemoro Kandang, sudah tidak ada ladang Lavender, yang ada hanya pohon-pohon tinggi dan bukit-bukit. Itulah pemandangan yang akan kita lihat sepanjang perjalanan dari sini sampai Kalimati. Disana kita beristirahat beberapa menit dan melanjutkan perjalanan mendaki hutan pinus, terkadang disini kita bisa menemukan rusa dan banyak jenis burung.
Devies belatarkan Oro-oro Ombo

Julian berlatarkan Oro-oro Ombo
Pada akhir hutan pinus kita tiba di Jambangan, tempat dengan tanah datar, dipenuhi oleh rumput-rumput, edelweiss, dan pemandangan langsung ke Puncak Mahameru, Kita semakin dekat, dari sini Puncak Mahameru sudah dapat kita lihat dengan jelas. Setelah 30 menit berjalan melalui hutan akhirnya kami tiba di Kalimati (2.700 meter di atas permukaan laut) pada pukul 12:40, Shelter dengan  struktur tanah landai, padang rumput luas dan banyak ditumbuhi edelweiss di tepi hutan pinus. Disini angin bertiup kencang dan terasa menusuk-nusuk saking dinginnya. Kami mendirikan tenda di tempat yang cukup strategis yang terhalang angin untuk beristirahat sebagai persiapan sebelum summit attack pada tengah malam. Disana, kami mengambil air ke Sumber Mani, satu-satunya sumber mata air di Gunung Semeru, sekitar 1 jam perjalanan ke arah Barat. Saya, Erwin dan Bang Seca-lah yang ‘beruntung’ kebagian tugas ini, sementara yang lainnya sibuk mendirikan tenda. Kami harus pergi ke sana lebih awal, karena termasuk hewan buas disini seperti babi hutan dan macan kumbang juga sering dijumpai di Sumber Mani pada malam hari untuk mengambil air.
Erwin dan Dhani di Cemoro Kandang


Egi bergaya setibanya di Jambangan

Devies dan Bang Dado berfoto di Kalimati

Dhani mengambil Air di Sumber Mata Air Sumber Mani
 
Erwin mengambil Air di Sumber Mata Air Sumber Mani

Dhani berfoto bersama Edelweiss di Kalimati
 Setelah semua dilakukan, sekitar pukul 20:00 kami tidur lebih awal karena harus bangun pukul 22:30 untuk persiapan mendaki ke puncak Mahameru.


Bersambung ke Bagian 2
Untuk membaca selengkapnya klik: Perjalanan menggapai atap Pulau Jawa | Bagian 2